HUKUM DAN SYARAT
PERANG
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwasannya jihad ialah perang di jalan Allah, yaitu perang yang diridhai oleh Allah (ingat: “diridhoi” bukan berarti harus selalu sama dengan kekerasan) untuk membela dan menegakkan agama Islam. Nah, hukum perang menurut buku ilmu fiqh yang saya baca ini ada dua hukumnya yaitu:
1.Fardu Kifayah. Ini berarti berperang melawan musuh yang kafir atau musuh yang ingin mencelakakan Islam ke negeri tempat kediaman mereka. Wajiblah kaum Muslimin untuk pergi mendatangi tempat itu sebanyak yang diperlukan. Syarat fardu kifayah orang yang berperang adalah: Beragama Islam, Baliqh, Berakal, Merdeka (bukan budak), Laki-Laki, Sehat dan Sanggup berperang. Sanggup berperang di sini bukan hanya dilihat dari sisi kecakapan berperangnya saja tetapi juga mencakup bekal, belanja, senjata yang cukup serta sempurna anggota tubuh.
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwasannya jihad ialah perang di jalan Allah, yaitu perang yang diridhai oleh Allah (ingat: “diridhoi” bukan berarti harus selalu sama dengan kekerasan) untuk membela dan menegakkan agama Islam. Nah, hukum perang menurut buku ilmu fiqh yang saya baca ini ada dua hukumnya yaitu:
1.Fardu Kifayah. Ini berarti berperang melawan musuh yang kafir atau musuh yang ingin mencelakakan Islam ke negeri tempat kediaman mereka. Wajiblah kaum Muslimin untuk pergi mendatangi tempat itu sebanyak yang diperlukan. Syarat fardu kifayah orang yang berperang adalah: Beragama Islam, Baliqh, Berakal, Merdeka (bukan budak), Laki-Laki, Sehat dan Sanggup berperang. Sanggup berperang di sini bukan hanya dilihat dari sisi kecakapan berperangnya saja tetapi juga mencakup bekal, belanja, senjata yang cukup serta sempurna anggota tubuh.
2.Fardu ‘Ain. Berperang ketika musuh yang kafir atau yang ingin menghancurkan Islam telah memasuki negeri kaum Muslimin. Nah, jikalau sudah dalam keadaan begini maka syarat-syarat berperang yang disebutkan dalam perang Fardu Kifayah di atas tidak diperlukan lagi karena setiap penduduk baik pria ataupun wanita dan anak-anak YANG SANGGUP memberikan perlawanan wajib mempertahankan diri dan menolak kedatangan musuh tersebut. Demikian juga penduduk dalam jarak dua hari dalam jarak perjalanan ke tempat pertempuran tersebut juga wajib memberikan pertolongan. Bahkan jikalau kekuatan kaum Muslimin belum mencukupi kekuatannya untuk menghadapi musuh, maka penduduk yang lebih jauhpun wajib memberikan pertolongan.
Larangan dalam Perang
Bila pasukan muslimin berperang dengan
musuhnya maka diharamkan membunuh wanita, anak-anak, dan laki-laki yang sudah
tua, terkecuali bila mereka turut serta dalam peperangan di barisan lawan.
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengabarkan:
“Didapatkan ada seorang wanita yang
terbunuh dalam sebagian peperangan yang dilakukan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam maka beliau melarang membunuh wanita dan anak-anak.” Dalam
satu riwayat: maka beliau mengingkarinya. (HR. Al-Bukhari no. 3014 dan Muslim
no. 4523)
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata,
“Ulama sepakat mengamalkan hadits ini dalam masalah tidak bolehnya membunuh
wanita dan anak-anak bila mereka tidak turut berperang. Namun ulama berbeda pendapat
bila mereka (wanita dan anak-anak ini) ikut berperang. Jumhur ulama secara
keseluruhan berpendapat bila mereka ikut berperang maka mereka dibunuh.”
(Ikmalul Mu’lim bi Fawa`id Muslim, 6/48)
Hanzhalah Al-Katib berkata, “Kami
berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu kami melewati
seorang wanita yang terbunuh yang tengah dikerumuni oleh manusia. Mengetahui
hal itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wanita ini tidak
turut berperang di antara orang-orang yang berperang.” Kemudian beliau berkata
kepada seseorang, “Pergilah engkau menemui Khalid ibnul Walid *, katakan
kepadanya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanmu agar
jangan sekali-kali engkau membunuh anak-anak dan pekerja/orang upahan.” (HR.
Ibnu Majah no. 2842, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam
Ash-Shahihah no. 701)
* karena wanita itu
terbunuh oleh pasukan terdepan yang dipimpin oleh Khalid ibnul Walid
radhiyallahu ‘anhu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar